Prabumulih, Portalsriwijaya.com - Lantaran tak bisa menebus biaya berobat sang anak yang mencapai puluhan juta, seorang bayi diduga ditahan pihak rumah sakit Fadillah kota Prabumulih.
Bayi tersebut yakni Delfa Barqi Abbasy kelahiran 23 September 2019 lalu dan hingga saat ini masih ditahan pihak rumah sakit.
Delfa merupakan anak dari pasangan Febriyanto (27) dan Yul Armi Kurniati (23), warga Kelurahan Muaradua Kecamatan Prabumulih Timur kota Prabumulih.
Akibat keterbatasan biaya untuk menebus sang bayi, Febryanto dan istri terpaksa menahan rindu berhari-hari untuk menggendong si buah hati.
Tak hanya itu, kedua pasangan yang merupakan keluarga tidak mampu itu harus terpaksa bolak balik Rumah Sakit untuk melihat sang anak Delfa Barqi Abbasy.
Sungguh ironis dialami pasangan tersebut. Akibat tak memiliki uang bahkan keduanya terpaksa mengemis meminta donatur dan mencari dermawan untuk mengumpulkan uang agar bisa menebus sang buah hati.
Bayi Delfa Barqi Abbasy sendiri lahir kembar dengan bayi almarhum Dilfa. Keduanya lahir dalam keadaan Prematur atau Sepsis Neonatorum yang disebabkan oleh Virus dan Bakteri sehingga kedua bayi harus dirawat intensif di dalam inkubator agar bisa bertahan hidup di luar rahim dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Hal itulah yang membuat biaya perawatan dua bayi kembar tersebut membengkak mencapai Rp 30 juta. Sementara sang ayah yang hanya mengandalkan keuangan hanya dari buruh bangunan sehingga tak mampu membayar biaya rumah sakit.
Sebulan mendapatkan perawatan, Dilfa kembaran Delfa pamit untuk selamanya sebelum sempat berkumpul dengan keluarga besarnya. Rasa haru, sedih dan keterbatasan ekonomi keluarganya menambah penatnya fikiran sang ayah dan ibu Delfa.
Hitungan bulan terus berjalan sampai saat ini sang bayi pun sudah mulai aktif belajar merangkak namun belum pernah dan tak mengenal hangatnya pelukan ayah dan manisnya air susu ibu (asi).
Dari bulan ke bulan, Febri dan keluarga besar terus melakukan upaya untuk melunasi hutang perawatan sang anak dengan mencicil dari uang bantuan para donatur. Saat ini jumlah hutang yang harus ia tanggung masih sekitar Rp 17 juta untuk bisa mengambil buah hatinya dari rumah sakit.
"Sebenarnya anakku yang lahir itu kembar namun kakaknya meninggal dunia usia 1 bulan karena sakit dan untuk kembarannya sudah ditebus senilai Rp 2,7 juta rupiah sehingga bisa di bawa pulang dan karena sibuk mengurusi anak saya yang meninggal akhirnya keterlambatan untuk mengurusi BPJS untuk adiknya (Delfa)," ujar Febri.
"BPJS sudah ada tapi dari pihak rumah sakit tidak berlaku, terhitung sudah 3 bulan lebih sampai sekarang anakku tertahan di rumah sakit karena biaya yang sudah membengkak yang awalnya mencapai Rp 34 juta, lalu dibantu oleh dinas kesehatan Rp 3 juta, Rp 2 juta sudah dicicil oleh keluarga sendiri dan Rp 12 juta dipotong rumah sakit karena katanya subsidi jadi tersisa Rp 17 juta, kemana saya harus mencari uang sebanyak itu, saya hanya buruh," keluhnya saat diwawancara wartawan Portalsriwijaya.com pada Minggu(12/01/2020).
Febri mengaku sudah meminta pertolongan kepada Walikota namun Rumah Sakit Swasta di luar program pemerintah namun dibantu Rp 3 juta karena diarahkan ke Dinas Kesehatan.
"Saya sudah menghadap Pak Ridho namun berhubung Rumah Sakit Swasta dia mengangkat tangan karena diluar program pemerintah sehingga menyarankan untuk ke dinas kesehatan dan dibantu Rp 3 juta," kata Febri.
Awalnya menurut Febri, pihak rumah sakit meminta jaminan sertifikat tanah ataupun BPKB motor namun karena tidak ada hanya tersisa motor jelek sehingga rumah sakit tidak mau.
"Akhirnya bikin perjanjian yang diminta oleh pihak Rumah sakit dengan tertanda diatas materai 6000 akan menebus administrasi paling lambat 17 Januari 2020 ini, jika lewat maka terpaksa saya harus mencarikan pengadopsi anakku, saat ini saya meminta bantuan Lembaga Sosial Kemasyarakatan Yayasan Insan Merdeka Indonesia untuk dicarikan donatur," tuturnya.
Sementara itu Ketua LSK YIMI (Lembaga Sosial Kemasyarakatan Yayasan Insan Merdeka Indonesia), Nunung Damayanti mengungkapkan kalau adanya perjanjian dari penebusan administrasi untuk anak Febrianto dari pihak Rumah sakit terkesan dipaksakan.
"Saudara Febrianto sebenarnya sudah lama menghubungi saya tapi karena tunggakan mencapai Rp 34 juta dan kami hanya bisa membantu Rp 5 juta kebawah akhirnya kami berinisiatif untuk datang ke rumah wakil Walikota Prabumulih untuk meminta bantuan sehingga pak Fikri menelpon Direktur Rumah Sakit Fadillah dan di bantu potongan Rp 12 juta, Rp 3 juta dibantu oleh dinkes dan Rp 2 juta sudah dicicil oleh pihak keluarga sehingga sisa Rp 17 juta," ungkap Nunung.
"Namun yang saya tidak setuju adanya surat perjanjian kalau pihak Rumah sakit meminta ayahnya untuk mencarikan adopsi untuk anaknya dan itukan terkesan dipaksakan, mana ada orangtua yang ingin merelakan anaknya untuk diadopsi oleh orang lain apalagi mereka belum merasakan menggendong bayinya. Sayapun sempat menangis melihatnya dan prinsip kita untuk menyelamatkan bayi tersebut," bebernya.
Sementara pihak rumah sakit belum dapat memberikan konfirmasi. (Ing)